Pages

Showing posts with label Laporan Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Show all posts
Showing posts with label Laporan Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Show all posts

Laporan Praktikum Kadar Kapur Setara Tanah

I. Acara VII         : Kadar Kapur Setara Tanah
II. Tanggal Praktikum : Kamis, 04 April 2019
III. Tujuan         : Menetapkan kadar kapur (CaCO3) secara tepat
IV. Metode         : Mohr

V. Dasar Teori
     Keberadaan kapur tanah erat kaitannya dengan keberadaan kalsium atau magnesium. Magnesium berasal dari mineral fero-magnesium dan kalsium dari feldspor dan akumulasi bahan kapur (karbonat), dolomit, kalsit, dan gipsum sebagai mineral sekunder. Kandungan Ca dan Mg yang tinggi dalam tanah berhubungan dengan taraf perkembangan tanah tersebut. Semakin kuat pelindian, semakin kecil kandungan kedua hara tersebut. Kandungan kapur tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain komposisi batuan induk dan iklim. Kedua faktor ini berhubungan dengan kadar lengas tanah,  terbentuknya lapisan-lapisan tanah, dan tipe vegetasi. Pengaruh kapur terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman dapat ditinjau dari 2 segi, yang pertama ialah pengaruh langsung yaitu kapur sebagai sumber hara Ca dan Mg dan yang kedua ialah pengaruh tidak langsung yaitu berupa perbaikan sifat dan ciri tanah. Manfaat dari pengapuran tanah antara lain untuk menaikan harga pH tanah,  menyediakan Ca dan Mg untuk tanaman, yang berperan pada serapan dan pergerakan unsur P didalam jaringan tanaman, meperbaiki struktur tanah serta memperbaiki pembentukan bintil-bintil akar. Bahan kapur pertanian ada 3 macam, yaitu CaCO3 atau CaMg (CO3)2, CaO atau MgO, dan Ca (OH)2 atau Mg (OH)2. Kapur yang disarankan adalah CaCO3 atau CaMg (CO3)2 yang digiling dengan kehalusan 100% melewati saringan 20 mesh dan 50% melewati saringan 80- 100 mesh (Deni, 2014).
     Keberadaan kapur tanah erat kaitannya dengan keberadaan kalsium serta magnesium. Magnesium berasal dari mineral fero-magnesium dan kalsium  dari feldspor serta akumulasi bahan kapur (karbonat), dolomit, kalsit, dan gipsum sebagai mineral sekunder. Kandunagan Ca dan Mg yang tinggi dalam tanah berhubungan erat dengan taraf pembentukan tanah. Semakin kuat pelindian semakin sedikit kandungan kedua mineral tersebut. Keberadaan kapur tanah akan mempengaruhi kejenuhan basa. Pemberian kapur dalam tanah kekurangan Ca tetapi karena tanah terlalu bersifat masam, oleh karena itu pH tanah perlu dinaikan agar unsur-unsur hara seperti P dapat mudah terserap oleh akar tanaman dan terhindar dari keracunan Al. Kalsium karbonat adalah mineral yang memiliki tingkat solubilitas tinggi dan berfungsi untuk menaikan pH tanah masam. Bnayak sedikit kalsium karbonat yang terapat dalam tanah dipengaruhi kandungan CO2 dalam tanah (Katon,2013).
     Kalsium di dalam tanah diimbangi pasangan anionnya. Kemampuan tukar kalsium identik dengan kapasitas tukar kation. Kation dalam bentuk terlarut merupakan bbentuk yang bisa diserap oleh akar. Kalsium karbonat adalah mineral yang memiliki solubilitas tinggi dan funsginya untuk menaikan PH tanah masam. Bentuk mineral ini banyak terdapat pada tanah dengan pH 7 dan tersusun atas kalsium karbonat bebas. Banyak atau sedikitnya kalsium karbonat didalam tanah dipengaruhi oleh kandungan CO2 dalam tanah. Batu kapur merupakan hasil pengendapan dari air senyawa karbonat yang mengandung kation basa. Kation-kation basa yang banyak merangsang pembentukan dan pengendapan batu kapur ini adalah kalsium dan magnesium. Paduan khusus senyawa kalsium karbonat (CaCO3) (CaCO) dengan magnesium karbonat (MgCO3) disebut dolomit (CaMg (CO3)2) jika kandungan magnesiumnya > 21%, dan jika kandungan magnesiumnya ≥ 5% sampai < 21% disebut batu kapur dolomitik. Batu kapur ini merupakan sumber penting bahan untuk pengapuran tanah asam dan kahat anasir Ca dan Mg (Anonim, 2016).




VI. Alat dan Bahan
A. Alat
  1. Kalsimeter
  2. Timbangan Analisis
  3. Lampu Bunsen
  4. Penumpu kaki tiga dan asbes

B. Bahan
  1. Contoh tanah kering angin/udara dengan Φ 0.5 mm
  2. HCl 2 N

VII. Cara Kerja
  1. Ditimbang kalsimeter kosong, bersih, dan kering (a).
  2. Masukan tanah ± 5gr kedalam kalsimeter lalu timbang (b).
  3. Isi bagian atas kalsimeter dengan HCl, 2N sampai ¾ lalu timbang (c).
  4. Kran dibuka dan HCl dialirkan tetes demi tetes kedalam tempat tanah dengan digoyang – goyang perlahan.
  5. Setelah HCl habis maka kalsimeter dihangatkan dalam api yang kecil.
  6. Dinginkan ± 30 menit, kemudian timbang (d).



VIII. Hasil Analisis dan Perhitungan










DAFTAR PUSTAKA
Anonim.  2016. Kadar Kapur Setara Tanah. http://agrilecture.blogspot.com/ 2016/04/acara-ix-kadar-kapur-setaratanah.html. Diakses 16 April 2019,  pukul 09.34 WIB.

Saputra, Deni.  2014. Laporan Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah. http://deni saputra22.blogspot.com/2014/04/laporan-praktikum-dasar-dasar-ilmu3069.html. Diakses 16 April 2019, pukul 09.26 WIB.

Sasongko, Katon. 2013. Kadar Kapur Setara. https://katonsasongko.wordpress. com/2013/03/15/ddit-kadar-kapur-setara/.html. Diakses 16 April 2019, pukul 09.30 WIB.

Laporan Praktikum Kadar Bahan Organik Tanah

I. Acara VI         : Kadar Bahan Organik Tanah
II. Tanggal Praktikum : Kamis, 04 April 2019
III. Tujuan         : Menetapkan kadar bahan organik tanah
IV. Metode         : Walkley & Black

V. Dasar Teori
     Bahan organik tanah merupakan hasil dekomposisi atau pelapukan bahan-bahan mineral yang terkandung didalam tanah. Bahan organik tanah juga dapat berasal dari timbunan mikroorganisme, atau sisa-sisa tanaman dan hewan yang telah mati dan terlapuk selama jangka waktu tertentu. Bahan organik dapat digunakan untuk menentukan sumber hara bagi tanaman, selain itu dapat digunakan untuk menentukan klasifikasi tanah. Bahan organik merupakan perekat butiran lepas dan sumber utama nitrogen, fosfor dan belerang. Bahan organik cenderung mampu meningkatkan jumlah air yang dapat ditahan didalam tanah dan jumlah air yang tersedia pada tanaman. Akhirnya bahan organik merupakan sumber energi bagi jasad mikro. Tanpa bahan organik semua kegiatan biokimia akan terhenti. Sumber primer bahan organik dalam tanah Alfisol adalah jaringan tanaman berupa akar, batang, ranting dan daun. Jaringan tanaman ini akan mengalami dekomposisi dan akan terangkut ke lapisan bawah serta diinkorporasikan dengan tanah tersebut. 
     Kandungan organik tanah biasanya diukur berdasarkan kandungan C-organik kandungan karbon (C) bahan organik bervariasi antara 45%-60% dan konversi C-organik menjadi bahan = % C-organik x 1,724. Kandungan bahan organik dipengaruhi oleh arus akumulasi bahan asli dan arus dekomposisi dan humifikasi yang sangat tergantung kondisi lingkungan (vegetasi, iklim, batuan, timbunan, dan praktik pertanian). Arus dekomposisi jauh lebih penting dari pada jumlah bahan organik yang ditambahkan. Pengukuran kandung bahan organik tanah dengan metode walkey and black ditentukan berdasarkan kandungan C-organik. Bahan organik adalah sekumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa organik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia heterotrofik organik dan ototrofik yang terlibat dan berada didalamnya.
     Bahan organik tanah terbentuk dari jasad hidup tanah yang terdiri atas flora dan fauna, perakaran tanaman yang hidup dan yang mati, yang terdekomposisi dan mengalami modifikasi serta hasil sintesis baru yang berasal dari tanaman dan hewan. Humus merupakan  bahan organik tanah yang sudah mengalami prubahan bentuk dan bercampur dengan mineral tanah.Bahan organic lebih banyak di daerah  topsoil  dibandingkan di daerah subsoil, hal ini dikarenakan di daerah topsoil, kandungan bahan organik di bagian topsoil lebih tinggi dibandingkan di daerah subsoil. Hal ini disebabkan adanya aktivitas mikro organism dalam kegiatan proses pelapukan dan dekomposisi bahan orgaik dimana mikro organism aktif mendekomposisi pada daerah topsoil. Apabila semakin kedalam bawah tanah, maka aktivitas mikro organism akan semakin berkurang sehingga pada daerah subsoil akan memiliki kandungan bahan organik yang lebih rendah dibandingkan di daerah topsoil.




VI. Alat dan Bahan
A. Alat
  1. Labu takar 50 ml
  2. Pipet tetes
  3. Pipet ukur 10 ml dan 5 ml
  4. Pipet volume 5 ml
  5. Timbangan analistis
  6. Elenmeyer 100 atau 125 ml
  7. Buret dan statis
  8. Gelas ukur 25 atau 50 ml
  9. Sprayer

B. Bahan
  1. Contoh tanah kering angin diameter 0,5 mm
  2. Aquadest
  3. Diphenylamine
  4. K2Cr2O7 IN
  5. H2SO4 pekat (min 96%)
  6. H3PO4 85%
  7. FeSO4 IN



VII. Cara Kerja
  1. Ditimbang contoh tanah seberat 1 N
  2. Dimasukkan dalam labu takar dan ditambahkan 10 ml K2Cr2O7 IN dan 10    ml H2SO4 pekat.
  3. Dikocok dengan gerakan mendatar dan memutar. Warna harus tetap merah jingga. Kalau warna berubah menjadi biru atau hijau tambahkan lagi K2Cr2O7 IN dan H2SO4 dan setiap penambahan jumlahnya harus dicatat, penambahan blanko harus sama banyak.
  4. Diamkan kurang lebih 30 menit/sampai larutan dingin.
  5. Setelah dingin tambahkan 5 ml H3PO4 85%, dan 1 ml diphenylamine kemudian tambahkan aquadest sampai batas terra.
  6. Dikocok dengan cara membolak-balik sampai homogen dan dibiarkan mengendap.
  7. Diambil dengan pipet volume 5 ml larutan yang jernih, kemudian masukkan ke dalam elenmeyer dan tambahkan 15 ml aquadest.
  8. Kemudian dititrasi dengan FeSO4 hingga warna menjadi kehijauan, dan dicatat volume titrasinya (langkah 7 dan 8 diulangi 3 kali).



VIII. Hasil Analisis dan Perhitungan









DAFTAR PUSTAKA
Darmawijaya, M. Isa, 1980. Klasifikasi dan Survey Tanah. Balai Penelitian Teh dan Kina: Bandung.
Darmawijaya, M. Isa, 1990. Klasifikasi Tanah Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Foth, Henry D, 1998. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Laporan Praktikum pH Tanah Colorimetris

I. Acara V         : pH Tanah Colorimetris
II. Tanggal Praktikum : Selasa, 02 April 2019
III. Tujuan         : 
  1. Menetapkan secara colorimetris dengan H2O (pH H2O)/pH actual.
  2. Menetapkan pH tanah secara colorimetris dengan KCL (pH KCL)/PH potensial.

IV. Metode         : Colorimetris

V. Dasar Teori
    Tanah adalah material bumi yang menjadi media tempat hidupnya organisme. Tanah digunakan sebagai tempat berpijak dan tumbuh. Tanaman adalah contoh makhluk hidup yang langsung berinteraksi dan bergantung hidup pada keadaan tanah. Secara umum, bagi tanaman tanah berfungsi untuk menopang tumbuh dan berdiri tegak tanaman itu sendiri. Selain itu, tanah berfungsi sebagai penyedia bahan makanan seperti unsur hara, mineral dan air. Tanah terbentuk secara alami melalui pelapukan bahan induk, seperti batu-batuan induk. Ilmu yang pembelajarannya mengenai proses pembentukan tanah dan manfaatnya adalah pedologi. Sedangkan proses pembentukan tanah serta unsur-unsur yang mempengaruhinya disebut Pedogenesis. 
     Unsur atau faktor yang mempengaruhi pembentukan tanah, antara lain; iklim, topografi, bahan induk, waktu dan jasad hidup. Bagian-bagian tanah antara lain lapisan-lapisan tanah yang terbentuk atau tingkatan tanah, profil tanah; yaitu topsoil (tanam tempat dimana organisme tumbuh dan berkembang), sobsoil (tanah muda yang masih dalam tahap perkembangan, dan bahan induk tanah). Dalam tanah dikenal istilah kadar lengas tanah, yaitu kandungan kadar air dalam tanah yang akan dimanfaatkan oleh tanaman, kadar lengar ini dipengaruhi oleh besar kecilnya pori tanah. Tanah itu sendiri terdiri dari 3 fraksi, antara lain; pasir (fraksi yang paling kasar dan memiliki pori makro), debu (fraksi berukuran sedang), lempung (fraksi paling halus dan didominasi pori mikro). Apabila pori makro dominan maka derasenya baik sedangkan drainasenya buruk, dan sebaliknya. Tekstur geluh adalah tanah yang kadar ketiga fraksinya (pasir, debu, lempung) dalam keadaan seimbang.
     Tanah yang baik untuk tanaman adalah tanah dengan tekstur geluh dan berkomposisi; 20-30% air, 20-30% udara, 45% mineral dan 5% bahan organik. Tanah Vertisol adalah tanah-tanah mineral yang mempunyai warna abu kehitama, bertekstur liat dengan kandungan 30% pada horizon permukaan sampai kedalaman 50 cm dan didominasi jenis lempung montmorilonit. Lempung ini sifatnya mudah mengembang di musim hujan. Gaya ini menyebabkan jalan mudah retak, bergelombang dan rusak. Tanah vertisol/grumusol memiliki kandungan bahan organik yang cenderung rendah (antara 1,5-4%), tetapi terdifusi sempurna pada lempunnya sehingga menyebabkan warna menjadi lebih gelap. Warna tanah vertisol dipengaruhi oleh kadar humus dan kadar kapurnya. Tanah yang kaya akan kapur dan karbon berwarna hitam.




VI. Alat dan Bahan
A. Alat
  1. Tabung reaksi
  2. pH Stik
  3. Sprayer
  4. Kertas label 

B. Bahan
  1. Contoh tanah kering angin/udara, dengan diameter : 0,5 mm. 
  2. Indicator universal
  3. Aquadest

VII. Cara Kerja
  1. Tabung reaksi diisi contoh tanah dan H2O (aquadest) dengan perbandingan 1:1 (± setinggi 2,5 cm:2,5 cm, sehingga tinggi tanah + aquadest menjadi 5 cm).
  2. Larutan dikocok hingga homogen dan dibiarkan mengendap lalu warna jernih di bagian atas dicatat, misalnya kuning.
  3. Dimasukkan pH stik dengan hati-hati dalam tabung reaksi (seluruh indikator stik tercelup dalam larutan jernih).
  4. pH stik kemudian dicocokan dengan balok komparator dan dicatat pH-nya.
  5. Ulangi langkah 1-4 dengan menggunakan KCl.



VIII. Hasil Analisis dan Perhitungan







DAFTAR PUSTAKA
Foth, Henry D, 1998. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Hardjowigeno, S., 1987. Ilmu Tanah. PT. Mediawiyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Notohadi Perwira, I & Sri Hastuti, 1987. Dasar-dasar Fedologi. Departemen Ilmu Tanah. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Laporan Praktikum Konsistensi Tanah

I. Acara IV         : Konsistensi Tanah
II. Tanggal Praktikum : Kamis, 03 April 2019
III. Tujuan         : 
  1. Menetapkan batas cair tanah (BC/BT).
  2. Menetapkan batas lekat tanah (BL).
  3. Menetapkan batas gulung tanah (BG).
  4. Menetapkan batas berubah warna tanah (BBW).
  5. Menghitung jangka olah tanah (JO).
  6. Menghitung indeks plastisitas tanah (IP).
  7. Menghitung persediaan air maksimum dalam tanah (PAM).

IV. Dasar Teori
     Konsistensi tanah adalah bagian dari Rheologi. Rheologi adalah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan bentuk (deformation) dan aliran (flow) suatu benda (Baver, 1959). Sifat-sifat Rheologi dapat dipelajari dengan menentukan angka-angka Atterberg yaitu angka-angka kadar air tanah pada beberapa macam keadaan. Angka-angka ini penting dalam menentukan tindakan pengolahan tanah karena pengolahan tanah akan sulit dilakukan kalau terlalu kering ataupun terlalu basah. Batas mengalir (liquid limit) adalah jumlah air terbanyak yang dapat ditahan tanah. Kalau air lebih banyak maka tanah bersama air akan mengalir. Batas melekat adalah kadar air dimana tanah mulai tidak dapat melekat pada benda lain. Bila kadar air lebih rendah dibanding batas lekat maka tanah tidak dapat melekat, tetapi bila kadar air lebih tinggi dari batas lekat maka tanah akan mudah melekat pada benda lain. Batas menggolek adalah kadar air dimana gulungan tidak dapat digolek-golekkan lagi. Apabila digolekkan maka tanah akan pecah-pecah ke segala jurusan. Pada kadar air lebih rendah dari batas golek maka tanah sukar diolah. Batas berubah warna adalah tanah yang telah mencapai batas golek, masih dapat terus kehilangan air sehingga lambat laun menjadi kering dan ada suatu ketika tanah berwarna lebih terang (Anonima, 2016).
     Pengolahan tanah yang tepat sangat membantu keberhasilan penanaman yang diusahakan. Pengolahan tanah untuk media pertumbuhan dan perkembangan tanaman sebaiknya dilakukan pada keadaan air yang tepat, yaitu tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah. Hal ini dimaksudkan agar tidak merusak struktur tanah. Penetapan konsistensi tanah dilakukan 2 cara yaitu secara kualitatif dan secara kuantitatif. Prinsip penetapan secara kualitatif adalah penentuan ketahanan massa tanah terhadap remasan, tekanan atau pijitan tangan pada berbagai kadar air tanah. Penetapan konsistensi tanah secara kualitatif serimg diistilahkan sebagai penentuan angka Atterbeg karena Atterbeg adalah pelopor penetapan batas-batas konsistensi tanah yang dinyatakan dengan angka kandungan pada batas cair dan batas plastis (lekat) suatu tanah (Maria, 2018).
     Konsistensi tanah menunjukkan integrasi antara kekuatan daya kohesi butir-butir tanah dengan daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain. Keadaan tersebut ditunjukkan dari daya tahan tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk. Gaya yang akan mengubah bentuk tersebut misalnya pencangkulan, pembajakan, dan penggaruan. Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa tanah-tanah yang mempunyai konsistensi baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah. Penetapan konsistensi tanah dapat dilakukan dalam tiga kondisi, yaitu: basah, lembab, dan kering. Konsistensi basah merupakan penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah di atas kapasitas lapang (field cappacity). Konsistensi lembab merupakan penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah sekitar kapasitas lapang. Konsistensi kering merupakan penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah kering udara. Pada kondisi basah, konsistensi tanah dibedakan berdasarkan tingkat plastisitas dan tingkat kelekatan. Tingkatan plastisitas ditetapkan dari tingkatan sangat plastis, plastis, agak plastis, dan tidak plastis (kaku). Tingkatan kelekatan ditetapkan dari tidak lekat, agak lekat, lekat, dan sangat lekat (Anonimb, 2015).




V. Alat dan bahan  
A. Batas Cair Tanah (BC)
1. Alat 
  1. Sebuah alat Casagrande
  2. sebuah cawan penguap diameter 12 cm
  3. sebuah colet
  4. sebuah cupu pemancar air
  5. 4 buah penimbang
  6. sebuah timbangan analitis (teliti sampai 0,0001 g)
  7. sebuah dapur pengering
  8. sebuah eksikator
  9. sehelai kertas grafik semilog

2. Bahan
  1. Contoh tanah kering udara 0,42 mm (atau 0,5 mm).
B. Batas Lekat Tanah (BL)
1. Alat
  1. Sebuah colet yang mengkilat bersih dan permukaanya rata (sebaiknya dari nikel)
  2. 2 buah penimbang, sebuah botol pemancar air
  3. sebuah timbangan analitis (teliti sampai 0,0001 g) 
  4. sebuah dapur pengering
  5. sebuah eksikator.



2. Bahan
  1. Pasta tanah sisa acara batas cair tanah.
C. Batas Gulung Tanah (BG) (Disebut pula batas golek, batas plastisitas terendah)
1. Alat
  1. Sebuah lempeng kaca seluas telapak tangan
  2. 3 buah penimbang, sebuah botol pemancar air
  3. sebuah pengering
  4. sebuah timbangan analitik (teliti sampai 0,0001 gram)
  5. sebuah eksikator

2. Bahan
  1. Pasta tanah sisa acara BL atau BC.

D. Batas Berubah Warna Tanah (BBW)
1. Alat 
  1. Sebuah papan kayu dengan salah satu permukaan lebarnya rata dan halus kira-kira berukuran 10 x 15 cm
  2. sebuah colet
  3. sebuah penimbang
  4. sebuah dapur pengering
  5. sebuah timbangan analitis (teliti sampai 0,0001 g)
  6. sebuah eksikator

2. Bahan
  1. Sisa pasta tanah acara BT atau BL.



VI. Cara Kerja
A. Batas Cair Tanah (BC)
  1. Menyiapkan alat Casagrande, dengan 2 buah sekrup pengatur dan dengan bagian ekor  colet tinggi jatuh cawan diatur setinggi 1 cm.
  2. Mengambil sejumlah tanah secukupnya (kira-kira 100 gram) dalam cawan penguap. Dengan menggunakan colet tanah dicampur dengan air yang ditambahkan sedikit demi sedikit dengan cupu pemancar sehingga diperoleh pasta yang homogen.
  3. Meletakkan sebagian pasta tanah di atas cawan alat Casagrande dan permukaanya diratakan dengan colet sampai tebal pasta kira-kira 1 cm. Kemudian dengan colet pasta tanah dibelah sepanjang sumbu simetris cawan. Waktu membelah pasta, colet dipegang sedemikian sehingga pada saat setiap kedudukannya ia selalu tegak lurus pada permukaan cawan dan ujung colet selalu tertekan di permukaan cawan. Di dasar alur pembelahan harus terlihat permukaan cawan yang bersih dari tanah selebar ujung colet ( 2 mm ).
  4. Alas Casagrande diputar pada pemutarnya demikian cepatnya sehingga cawan terketuk-ketuk sebanyak 2 x tiap detik. Banyak ketukan untuk menutup kembali sebagian alur sepanjang ± 1 cm dihitung. Kemudian diulangi langkah ke-3, cawan diketuk-ketukkan lagi dan banyak ketukan untuk menutup alurnya kembali seperti tadi dihitung. Pekerjaan-pekerjaan ini diulangi-ulangi lagi sampai setiap kali diperoleh banyaknya ketukan yang tetap
  5. Peringatan  :  Alur harus menutup karena aliran kental dan bukan karena luncuran belahan tanah diatas cawan, kalau terjadi luncuran berarti bahwa tanahnya terlalu kering dan/atau permukaan cawan licin karena salah satu sebab (berlemak atau berlapis debu kering). Kalau pada perulangan langkah ke-2 ke-3 dan ke-4 banyak ketukan berselisih 2-3 berarti bahwa pembuatan pasta tanah kurang homogen.
  6. Setelah dapat diperoleh banyak ketukan angtetap antara 10 sampai 40, ambillah sejumlah pasta tanah disekitar bagian alur yang menutup sebanyak kira-kira 10 g dan ditetapkan kadar lengasnya seperti dalam acara kadar lengas.
  7. Peringatan  : Kalau diperoleh banyak ketukan kurang dari 10 maka berarti pastanya terlalu basah dan kalau lebih dari 40 ketukan pastanya terlalu kering, dalam kejadian pertama kebasahan dikurangi dengan jalan menambah kering sedikit dan dalam kejadian kedua pastanya ditambah air.
  8. Kerjakan lagi langkah ke-3 s/d ke-5, sehingga keseluruhannya diperoleh 4 x pengamatan  dengan banyak ketukan yang berbeda-beda, yaitu dua buah pengamatan berketukan di bawah 25 dan 2 buah lainnya diats 25.
  9. Catatan : untuk dapat memeperoleh 4 buah pengamatan itu ada 2 cara :
  10. Pengamatan dimulai dari keadaaan pasta yang kering (ketukan lebih banyak) ke keadaan yang lebih basah (ketukan lebih sedikit) dengan jalan penambahan air pada pasta tanah setelah selesai suatu pengamatan.
  11. Berlawanan dari jalan a). yaitu dimulai dari keadaan yang lebih basah ke keadaan yang lebih kering dengan jalan pembiaran pasta tanah agak mengering setiap selesai suatu pengamatan.



B. Batas Lekat Tanah (BL)
  1. Mengambil sisa pasta tanah acara BT, gumpalkan dalam tangan dan tusukkan colet ke dalamnya sedalam 2,5 cm dengan kecepatan 1 cm/detik. Dapat juga dijalankan dengan menggumpal-gumpalkan pasta dengan ujung colet sepanjang 2,5 cm ada didalamnya dan kemudian colet ditarik secepat 0,5 detik.
  2. Memeriksa permukaan colet  :
  3. Bersih, tidak ada tanah lebih kering dari BL.
  4. Tanah atau suspensi tanah melekat, berarti pasta tanah lebih basah dari BL.
  5. Tergantung  dari hasil pemeriksaan dalam langkah ke-2 pasta tanah dibasahi atau dikurangi kelembabannya, dan langkah ke-1 diulangi lagi sampai dicapai keadaan di permukaan colet di sebelah ujungnya melekat suspensi tanah seperti dempul sepanjang kira-kira 1/3 x dalamnya penusukan (kira-kira 0,8 cm).
  6. Mengambil tanah sekitar tempat tusukan sebanyak kira-kira 10 g dan tetapkan kadar lengasnya seperti dalam acara kadar lengas.
  7. Mengerjakan lagi langkah-langkah ke-1 s/d ke-4 sebagai duplo. Hasil duplo dengan yang pertama tidak bolah berselisih lebih dari 1%. Kalau lebih, harus diulangi lagi sampai diperoleh 2 pengamatan yang selisihnya tidak lebih dari 1%.
  8. Perhitungan  : Dari pengamatan itu hitunglah kadar lengas rata-ratanya dan ini adalah BL-nya.
  9. Batas Gulung Tanah (BG) (Disebut pula batas golek, batas plastisitas terendah).
  10. Mengambil pasta tanah kira-kira 15 gram, dan dibuat bentuk sosis diletakkan di atas lempeng kaca dan telapak tangan yang digerakkan maju mundur, sosis tanah digolek-golekkan sampai berbentuk tambang. Jarak penggolekan ialah dari ujung jari sampai pangkalnya dan kembali. Pada waktu menggolek jari-jari melakukan gerakan menjarang.
  11. Memeriksa tambang tanah yang berbentuk  :
  12. Mengulangi langkah ke-1 dengan lebih dulu menambah atau mengurangi kelembaban pasta tanah (tergantung hasil langkah ke-2) sampai dicapai keadaan, tambang tanah itu akan mulai retak-retak/ putus-putus pada waktu mencapai tebal 3 mm.
  13. Mengambil tambang yang retak-retak/ putus-putus itu dan tetapkan kadar lengasnya seperti dalam acara kadar lengas.
  14. Mengerjakan 2x lagi langkah-langkah ke-1 s/d ke-4 sebagai duplo dan triplo.



C. Batas Berubah Warna Tanah (BBW)
  1. Meratakan pasta tanah dengan colet, tipis dan licin, di atas permukaan papan kayu yang rata dan halus. Bentuknya dibuat jorong dan pelan-pelan menipis dari tangan tengah ke tepi. Bagian tengah tebalnya kira-kira 3 mm.
  2. Mendiamkan dalam tempat yang teduh dan jauh dari sumber panas. Lengas dalam pasta pelan-pelan akan menguap dan tentu saja penguapan lebih cepat di bagian yang tipis (tepi). Pada waktu lengas menguap pori-pori yang ditinggalkan oleh lengas akan diisi oleh udara, maka warna tanah akan memuda. Pemudaan ini akan berjalan mulai dari tepi dan dengan pelan-pelan menjalan ke tengah.
  3. Setelah jalur mudah mencapai lebar kira-kira 0.5 cm, maka jalur muda ini akan diambil dengan colet bersama-sama dengan jalur di sampingnya yang masih gelap, juga selebar kira-kira sama banyak dari 2 tempat sekeliling bentukan jorong untuk mendapat hasil rata-rata yang lebih baik. Untuk pedoman warna muda di salah satu sudut papan kayu diletakkan selapis tipis contoh tanah kering udara yang digunakan dalam acara ini sebagai pembanding.



VII. Hasil Analisis dan Perhitungan




DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Maria. 2018. Laporan Dasar Ilmu Tanah (Konsistensi Tanah). http://maria wgustina.blogspot.com/2018/03/laporan-dasar-ilmu-tanahkonsistensi.html. Diakses 16 April 2019, pukul 18.34 WIB.

Anonim (a). 2016. Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan Konsistensi Tanah. https:// sangkualita.blogspot.com/2016/03/konsistensi-tanah.html. Diakses 16 April 2019, pukul 19.05 WIB.

Anonim (b). 2015. Laporan Praktikum Konsistensi Tanah. http://genjaku15.blogspot .com/2015/10/laporan-praktikum-konsistensi-tanah.html. Diakses 16 April 2019, pukul 18.57 WIB.

Laporan Praktikum Ilmu Tanah (Struktur Tanah)

I. Acara III         : Stuktur Tanah 
II. Tanggal Praktikum : Selasa, 02 April 2019
III. Tujuan         : 
  1. Untuk mengetahui kerapatan butir tanah (BJ)
  2. Untuk mengetahui kerapatan massa tanah (BV)

IV. Metode : Picnometri

V. Dasar Teori
     Tanah merupakan bagian dari kerak bumi yang bahan penyusunnya adalah mineral dan organik. Pengertian tanah sangat banyak tergantung cara pandang orang. Menurut Darmawijaya (1990), Tanah adalah sebagai akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagain besar permukaan palnet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula. Menurut Jooffe dan Marbut(1949), yang merupakan ahli tanah dari Amerika Serikat menyatakan bahwa tanah ialah tubuh alam yang terbentuk dan berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya alam terhadap bahan-bahan alam dipermukaan bumi. Struktur dapat berkembang dari butir-butir tunggal ataupun kondisi massif (pejal). Untuk butir-butir tunggal atau kondisi masif menjadi agregat-agregat, partikel-partikel tanah harus mengelompok. Di dalam pengelompokan partikel-partikel mehjadi agregat dan kemudian membentuk struktur yang mantap diperlukan “bahan perekat” berupa bahn-bahan yang bersifat koloid.
     Tubuh alam ini dapat berdiferensiasi membentuk horizon-horizon mieneral maupun organik yang kedalamannya beragam dan berbeda-beda sifat-sifatnya dengan bahan induk yang terletak dibawahnya dalam hal morfologi, komposisi kimia, sifat-sifat fisik maupun kehidupan biologinya. Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan ruangan partikel-partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk agregat dari hasil proses pedogenesis. Struktur tanah berhubungan dengan cara di mana, partikel pasir, debu dan liat relatif disusun satu sama lain. Di dalam tanah dengan struktur yang baik, partikel pasir dan debu dipegang bersama pada agregat-agregat (gumpalan kecil) oleh liat humus dan kalsium. Ruang kosong yang besar antara agregat (makropori) membentuk sirkulasi air dan udara juga akar tanaman untuk tumbuh ke bawah pada tanah yang lebih dalam. Sedangkan ruangan kosong yang kecil (mikropori) memegang air untuk kebutuhan tanaman. Idealnya bahwa struktur disebut granular.
     Pengaruh struktur dan tekstur tanah terhadap pertumbuhan tanaman terjadi secara langsugung. Struktur tanah yang remah (ringan) pada umumnya menghasilkan laju pertumbuhan tanaman pakan dan produksi persatuan waktu yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur tanah yang padat. Jumlah dan panjang akar pada tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah remah umumnya lebih banyak dibandingkan dengan akar tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah berstruktur berat. Hal ini disebabkan perkembangan akar pada tanah berstruktur ringan/remah lebih cepat per satuan waktu dibandingkan akar tanaman pada tanah kompak, sebagai akibat mudahnya intersepsi akar pada setiap pori-pori tanah yang memang tersedia banyak pada tanah remah. 
     Selain itu akar memiliki kesempatan untuk bernafas secara maksimal pada tanah yang berpori, dibandiangkan pada tanah yang padat. Sebaliknya bagi tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah yang bertekstur halus seperti tanah berlempung tinggi, sulit mengembangkan akarnya karena sulit bagi akar untuk menyebar akibat rendahnya pori-pori tanah. Akar tanaman akan mengalami kesulitan untuk menembus struktur tanah yang padat, sehingga perakaran tidak berkembang dengan baik. Aktifitas akar tanaman dan organisme tanah merupakan salah satu faktor utama pembentuk agregat tanah.




VI. Alat dan Bahan
A. Alat
  1. Picnometer 25 ml
  2. Pengaduk
  3. Thermometer
  4. Sprayer

B. Bahan
  1. Contoh tanah kering angin 2 mm
  2. Air
  3. Alkohol/eter/spiritus

VII. Cara Kerja
A. Kerapatan Butir Tanah (BJ)
  1. Ditimbang picnometer kosong, bersih, bersumbat (a gr).
  2. Diisi picnometer dengan air suling sampai penuh dengan sprayer (sampai garis tanda pada pipa kapiler dalam sumbatannya, kalau tidak ada garis tanda, maka sampai ujung atas pipa kapilernya). Dijaga jangan sampai ada gelembung udara dalam picnometer, dan air yang menempel di luar picnometer dibersihkan dengan tissue.
  3. Ditimbang picnometer penuh air (b gr).
  4. Diukur temperatur air dalam picnometer (t1 0C) dilihat daftar BJ. Berapa BJ air pada temperature tersebut (BJ1).
  5. Diisi picnometer dengan contoh tanah dengan menggunakan corong kecil seberat 5 gr.
  6. Dipasang sumbatnya dan ditimbang picnometer berisi tanah (c gr).
  7. Picnometer diisi air suling sampai kira-kira separuh, tanah diaduk-aduk kuat dengan kawat pengaduk halus untuk menghilangkan udara yang tersekap dalam tanah. Pengeluaran gelembung-gelembung udara ini dapat dibantu dengan menggoncang-goncangkan picnometer.
  8. Setelah itu picnometer seisinya dibiarkan semalam dengan sumbat terpasang (sebelum kawat pengaduk dicabut dari dalam picnometer, perlu dibilas dengan sedikit air suling untuk membersihkan butiran-butiran tanah yang menghilang berikut kawat).
  9. Keesokan harinya, dihilangkan gelembung–gelembung udara yang mungkin masih tertinggal diulang lagi, kemudian dibiarkan sebentar untuk mengendapkan sebagian besar tanahnya, lalu ditambahkan air suling hati–hati sampai penuh (seperti no. 2). Hal ini bermaksud agar suspensi tanah tidak teraduk, untuk menjaga agar tidak ada butiran-butiran tanah yang terikut dengan air kelebihan yang harus dihilangkan.
  10. Ditimbang picnometer berisi tanah dan air penuh (d gr). Diukur temperatur air dalam picnometer (± 20C) dilihat di daftar BJ, berapa BJ air pada temperature itu (BJ2).



B. Kerapatan Massa Tanah ( BV)
  1. Ambil sebongkah tanah sedemikian rupa sehingga dapat masuk kegelas ukur 100 ml dengan longgar, dibersihkan dengan hati-hati butir-butir tanah yang menempel lemah di permukaannya dengan kuas, lalu dengan hati-hati diikat dengan benang sehingga dapat digantung. Timbang bongkah tanah ini (a gr).
  2. Cairkan lilin dalam gelas piala sampai cair dan encer (sampai temperatur 60 0C). Setelah temperature lilin turun sampai 600C bongkah tanah seluruhnya dicelupkan dalam lilin sebentar, terus diangkat dan dibiarkan tergantung sampai lilin yang meliputinya membeku.
  3. Periksa apakah lapisan lilin merata menutupi seluruh permukaan bongkah tanah kalau masih ada yang belum tertutup sempurna pencelupan diulangi lagi. Setiap pencelupan suhu lilin harus 600C  kalau kurang lilin tidak menempel pada tanah, kalau lebih lilin dapat meresap kedalam pori-pori tanah.
  4. Timbang bongkah tanah yang dilapisi lilin (b gr).
  5. Isi gelas ukur dengan air sampai volume tertentu dengan tepat (P ml).
  6. Isi gelas ukur dengan air sampai volume tertentu dengan tepat (P ml).
  7. Isi pipet ukur air ditambahkan sampai permukaannya tepat digaris tanda volume tertentu (9 ml).
  8. Catat berapa ml air yang ditambahkan dari pipet ukur (r ml).



VIII. Hasil Analisis dan Perhitungan
1. Kerapatan butir tanah (BJ)
  • Picnometerkosong (a) = 21,543 gr
  • Picnoisi air penuh (b) = 46,516 gr
  • Suhu (T1) 25oC ; BJ1= 0,9971
  • Picno +tanah 5gr (c) = 28,508 gr
  • Picno + tanah + air penuh (d)= 38,613 gr
  • Suhu (T2)= 26oC ; BJ2 = 0,9968
  • KL 2 mm = 3,544 %

2. Kerapatan Massa Tanah (BV)
  • Berat bongkah tanah (a) = 1,572 gr
  • Berat bongkah dilapisi lillin (b) = 1,891 gr
  • Volume awal (p) = 15 ml
  • Volume akhir (q) = 17 ml
  • Jumlah air yang ditambahkan (r)= 0 m
  • Kl gumpalan = 9,654 %




DAFTAR PUSTAKA
Bale, Anwar. 1996. Petunjuk Praktikum Ilmu Tanah. Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Hardjowigeno, Sarwono. 1987. Ilmu Tanah. PT. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 2000. Tanah dan Lingkungan. Pusat Studi Sumber. Daya Lahan. UGM, Jogjakarta.

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah (Tekstur Tanah)

I. Acara II         : Tekstur Tanah
II. Tanggal Praktikum : Selasa, 02 April 2019
III. Tujuan         : 
  1. Menentukan persentase fraksi-fraksi tanah pasir,debu, dan lempung.
  2. Menentukan klas tekstur tanah dengan menggunakan segitiga USDA
IV. Metode         : Hidrometer

V. Dasar Teori
     Tekstur tanah adalah klasifikasi secara kualitatif mengenai kondisi suatu tanah berdasarkan tekstur fisiknya. Pengujian dan penerapan tekstur tanah diterapkan di lapangan maupun di laboratorium. Kategori utama dari tekstur tanah yaitu tanah berpasir, liat atau lempung dan geluh atau lanau, berdasarkan distribusi ukuran partikel tanah yang didapatkan dengan pengayakan. Kualitas tekstur tanah yang didapatkan bisa digunakan untuk berbagai penerapan, misal komoditas pertanian yang cocok untuk ditanam hingga kondisi dan perubahan lingkungan.
     Pengertian tentang tekstur tanah adalah banyaknya setiap bagian tanah menurut ukuran partikel-partikelnya ditentukan oleh besarnya butiran tanah. Badan Pertanahan Nasional mendefinisikan bahwa tekstur tanah adalah keadaan tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena terdapatnya perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir, debu dan liat yang terkandung pada tanah. Dari ketiga jenis fraksi tersebut partikel pasir mempunyai ukuran diameter paling besar yaitu 2 – 0.05 mm, debu dengan ukuran 0.05 – 0.002 mm dan liat dengan ukuran < 0.002 mm. Maka dapat terjadi bahwa pada suatu tanah, butiran pasir merupakan penyusun yang dominan, pada kasus lain liat merupakan penyusun tanah yang terbesar. Sebaliknya pada tempat lain, kandungan pasir, liat dan lempung terdapat sama banyaknya. Dari ketiga bagian liat, lempung dan pasir jika hanya satu bagian saja belum dapat mencerminkan jenis tanah. 
     Lazimnya disebut dua bagian tanah yang terpenting. misalnya : tekstur liat berpasir, pasir berlempung dan seterusnya. dimana bagian yang terbanyak disebut lebih dahulu. Pada segitiga tidak menyebutkan kandungan pasir dan bahan organik, walaupun kapur dan bahan organik sangat ikut menentukan sifat-sifat tanah. Jika kandungan ini besar maka perlu disebut juga, misalnya tanah mengandung 20% liat dan 10-30% kapur; selanjutnya disebut tanah liat berkapur. Bila setiap bagian merupakan perbandingan yang merata, disebut tanah yang baik. Umpamanya saja mengandung 50-70% pasir (halus dan kasar), 10-15% lempung, 5-10% liat, 1-5% kapur, 3-5% bahan organik. Tekstur tanah merupakan dasar dari kebanyakan sifat-sifat tanah. Susunan menurut besarnya butir-butir suatu jenis tanah biasanya dilihat pada grafik segitiga. Menurut besarnya tersusun dari butir-butir pasir 60%, lempung 15% dan liat 25%.




VI. Alat dan Bahan
A. Alat
  1. Bouyocushydrometer
  2. Pengaduk listrik (mixer)
  3. Tabung sedimentasi
  4. Bak sedimentasi
  5. Pengukur waktu (jam/stop watch)
  6. Thermometer
  7. Timbang ananalitis
  8. Gelas arloji
  9. Gelas piala 600 ml
  10. Pengaduk
  11. Kertas label

B. Bahan
  1. Tanah keringangin 2 mm
  2. Air
  3. larutan pendisprersi



VII. Cara Kerja
  1. Timbang 50 gram contoh tanah 2 mm masukkan kedalam gelas piala.
  2. Tambahkan 10 ml larutkan pendispersi dan 150 ml aquades.
  3. Aduklah sampai semua butiran tanah hancur dan merata (homogen).
  4. Biarkan tanah terendam selama semalam.
  5. Pindahkan larutan tanah kedalam tabung mixer, dan bilaslah gelas piala dengan aquades agar semua tanah terpindahkan, kemudian diaduk selama minimal 10 menit.
  6. Tuangkan dan cuci isinya hingga bersih kedalam tabung sedimentasi dan tambahkan aquades sampai batas tera.
  7. Tabung ditutup (dengan tangan/plastik) kemudian dikocok 10 kali.
  8. Setelah 40 detik dimasukkan hydrometer dan diukur (R1). Kemudian dimasukkan thermometer kedalam tabung dan diukur (t1). Diamkan selama 2 jam.
  9. Setelah 2 jam dimasukkan kembali hydrometer dan diukur (R2). Kemudian dimasukkan termometer dan diukur lagi (t2).
  10. Angkat hydrometer perlahan-lahan dan dicuci.



VIII. Hasil Analisis dan Perhitungan



USDA : SANDY LOAM (PASIR)






DAFTAR PUSTAKA
Bale, Anwar. 1996. Petunjuk Praktikum Ilmu Tanah. Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Hardjowigeno, Sarwono. 1987. Ilmu Tanah. PT. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 2000. Tanah dan Lingkungan. Pusat Studi Sumber. Daya Lahan. UGM, Jogjakarta.

Laporan Praktikum Ilmu Tanah Kadar Lengas Maksimum

I. Acara IB         : Kadar Lengas Maksimum
II. Tanggal Praktikum : Senin, 01 April 2019
III. Tujuan         : Untuk mengetahui kadar lengas maksimum tanah.
IV. Metode         : Gravimetri

V. Dasar Teori
     Kadar lengas tanah adalah persen berat lengas yang terbanding oleh tanah kering mutlak, yaitu tanah yang sudah dioven pada suhu tertentu dan dilakukan selama 24 jam. Dalam keadaan ini tanh selalu megalami kadar lengas walaupun sedikit. Lengas tanah menempati ruang pori – pori makro mendesak keluar dari tanah. Penting dalam urus genesa tanah, kelengasan hidup tanaman dan jasad renik tanah serta siklus hara. Setiap reaksi fisika dan kimia dalam tanah hamper selalu melibatkan air sebagai media pelarut garam – garam, mineral, senyawa asam dan basah, ion – ion, gugus organik maupun anorganik. Lengas dapat tetap berada dalam ruang pori tanah karena memiliki tegangan potensial.
     Dalam keadaan tidak jenuh, lengas tanah berupa selaput tanah yang menyelimuti zara tanah. Semakin tipis selaput lengas tanah tersebut, maka gaya ikat tanah yang bekerja padanya semakin kuat. Keadaan ini meyebabkan lengas tanah semakin sulit bagi tanaman. Pada pemberian air yang berebihan sehingga gaya berat air melebihi ikat zara tanah. Kelebihan lengas tanah tersebut akan teratur bebas melalui pori makro, dan lengas yang teratur ini disebut sebagai lengas gravitasi. Apabila tidak ada kelebihan lengas yang teratur lagi, maka tanah dikatakan dalam keadaan kapasitas lapang. Kandungan lengas terus berkurang sehingga tidak mampu mengimbangi kehilangan air akibat evapotranspirasi, maka tanah dikatakan dalam keadaan titik layu tetap atau layu permanen. Lengas tanah merupakan air yang terdapat dalam tanah yang terikat oleh berbagai kakas (matrik,osmosis, dan kapiler). Kakas ini meningkat sejalan dengan peningkatan permukaan jenis zarah dan kerapatan muatan elektrostatik zarah tanah. Tegangan lengas tanah juga menentuka beberapa banyak air yang dapat diserap tumbuhan. Bagian lengas tanah yang tumbuhan mampu menyerap dinamakan air ketersediaan. Keberadaan lengas tanah dipengaruhi oleh energi pengikat spesifik yang berhubungan dengan tekanan air. Status energi bebas (tekanan) lengas tanah dipengaruhi oleh perilaku dan keberadaannya oleh tanaman. Lengas tanah dipengaruhi oleh keberadaan gravitasi dan tekanan osmosis apabila tanah dilakukan pemupukan dengan konsentrasi tinggi (Sutanto,2005).
     Didalam tanah, air berada di dalam ruang pori diantara padatan tanah. Jika tanah dalam keadaan jenuh air, semua ruang pori tanah terisi air. Dalam keadaan ini jumlah tanah yang disimpan didalam tanah merupakan jumlah air maksimum disebut kapasitas penyimpanan air maksimum. Selanjutnya jika tanah dibiarkan mengalami pengeringan, sebagian ruang pori akan terisi udara dan sebagian lainnya terisi air. Dalam keadaan ini tanah dikatakan tidak jenuh (Arsyad,1989).
    Didalam tanah air dapat bertahan tetap berada di dalam ruang pori karena adanya berbagai gaya yang yang bekerja pada air tersebut. Untuk dapat mengambil air dari rongga pori tanah diperlukan gaya atau energy yang diperlukan untuk melawan energi yang menahan air. Gaya – gaya yang menahan air hingga bertahan dalam rongga pori berasal dari absorbsi molekul air oleh padatan tanah, gaya tarik menarik antara molekul air, adanya larutan garam dan gaya kapiler. Jumlah air tanah yang bermanfaat untuk tanaman mempunyai batas – bata tertentu. Seperti pada kekurangan air, kelebihan air dapat merupakan kesukaran. Air yang kelebihan itu tidaklah beracun, akan tetapi kekurangan udara pada tanah – tanah yang tergenanglah yang menyebabkan kerusakan. Tanaman dapat ditanam dengan memuaskan dalam larutan air bila aerasi diberikan dengan baik (Hardjowigeno, 2003).




VI. Alat dan Bahan
A. Alat
  1. Botol Timbang
  2. Timbangan Analitis
  3. Oven
  4. Eksikator
  5. Gelas Arloji

B. Bahan
  1. Contoh tanah kering angin berdiameter 2 mm  dan aquadest.



VII. Cara Kerja
  1. Timbang botol kosong bertutup (misal a gram).
  2. Masukkan contoh tanah ke dalam botol timbang sekitar 1/3 – ½ tinggi botol timbang.
  3. Timbang botol timbang + tanah dengan tutupnya (misal b gram).
  4. Masukkan botol timbang berisi tanah kedalam oven dengan tutup terbuka,tutup dan botol timbang diberi label yang sama agar tidak  tertukar dengan yang lain.
  5. Oven contoh tanah tersebut pada suhu 105 – 110 0C selama minimal 24 jam atau sampai berat tanah dalam botol timbang konstan.
  6. Keluarkan botol timbang dari oven,tutup rapat-rapat dan biarkan dingin di dalam eksikator selama kurang lebih 15 menit.
  7. Timbang botol timbang + tanah beserta tutupnya setelah dingin (misal c gram).
  8. Ulangi langkah 1 – 7 untuk contoh tanah yang lain(diameter 0,5 mm dan gumpalan).



VIII. Hasil Analisis dan Perhitungan






DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S.1979. Konservasi Tanah.Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Hardjowigeno, Sarwono.1987. Ilmu Tanah. Mediyatama. Sarana Perkasa. Jakarta.
Sutanto, R.2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Kanisius. Yogyakarta.