Pages

Laporan Praktimum Menentukan dan Menggambar Jalur Inventarisasi Pada Hutan Alam

ACARA X
Menentukan dan Menggambar Jalur Inventarisasi Pada Hutan Alam

A. Tujuan
Mahasiswa mampu merencanakan pembuatan jalur dalam inventarisasi

B. Tempat dan Tanggal
  1. Tempat : Ruang C 301 Fakultas Kehutanan
  2. Tanggal   : 4 Maret 2019
C. Alat dan Bahan
1) Alat
  1. Alat tulis
  2. Penggaris

2) Bahan
Peta petak arboretum Fakultas Kehutanan 

D. Dasar Teori
     Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Untuk mengetahui fakta mengenai sumber daya hutan, maka perlu dilakukan inventarisasi hutan. Para pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam (IUPHHK-HA) dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) wajib melakukan inventarisasi hutan.
     Inventarisasi Hutan adalah kegiatan pengumpulan dan penyusunan data dan fakta mengenai sumber daya hutan untuk perencanan pengelolaan sumber daya tersebut. Ruang lingkup Inventarisasi Hutan meliputi : survei mengenai status dan keadaan fisik hutan, flora dan fauna, sumber daya manusia, serta kondisi sosial masyarakat di dalam dan disekitar hutan. Inventarisasi hutan wajib dilaksanakan karena hasilnya digunakan sebagai bahan perencanan pengelolaan hutan agar diperoleh kelestarian hasil. Hirarki inventarisasi hutan adalah Inventarisasi hutan tingkat Nasional, Inventarisasi hutan tingkat Wilayah, Inventarisasi hutan tingkat Daerah Aliran Sungai, Inventarisasi hutan tingkat Unit Pengelolaan.
     Tujuan inventarisasi hutan adalah untuk mendapatkan data yang akan diolah menjadi informasi yang dipergunakan sebagai bahan perencanaan dan perumusan kebijaksanaan strategis jangka panjang, jangka menengah dan operasional jangka pendek sesuai dengan tingkatan dan kedalaman inventarisasi yang dilaksanakan
Pada sebagian besar inventarisasi sumber – sumber alam, secara ekonomis tidak mungkin mengukur seluruh populasi yang ada, karena memerlukan waktu dan tenaga yang banyak. Sebagai alternatif lain diadakan pengambilan sampel. Pengambilan sampel dapat dipercaya dalam penaksiran populasi dengan metode yang sesuai. Pengambilan sampel di bidang kehutanan terutama pada tegakan hutan yang cukup luas merupakan hal yang mutlak dalam penaksiran nilai hutan tersebut.


     Sampling sistematik adalah satu cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan satu pola yang bersifat sistematik (systematic pattern), yang telah ditentukan terlebih dahulu.  Bentuk pola tersebut bermacam-macam, bergantung pada tujuan inventore, waktu dan biaya yang tersedia, serta kondisi populasi yang dihadapi. Intensitas sampling adalah suatu bilangan yang menggambarkan perbandingan antara jumlah contoh dengan jumlah populasi seluruhnya tergantung dari besar kecilnya intensitas sampling tergantung pada tingkat kecermatan yang di inginkan dan heterogenitas dari populasi yang di hadapi.
     Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau random sampling/probability sampling, dan sampel tidak acak / non-random sampling/non-probability sampling. Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara pengambilan sampel yang memeberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Sedangkan yang dimaksud dengan non-random sampling atau non-probability sampling adalah setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan jalan setapak. Sedangkan lainnya, karena jauh, tidak dipilih, artinya kemungkinannya nol.
 

E. Cara Kerja
  1. Menyediakan peta suatu area yang akan diinventarisasi.
  2. Menentukan intensitas sampling sebesar 100% dari petak yang akan diinventarisasi.
  3. Memindahkan peta area kedalam kertas kalkir
  4. Membuat jalur Cruising dengan ketentuan lebar jalur 20 meter dari utara ke selatan dengan jarak anatar jalur adalah 400 meter apabila digunakan dalam pelaksanaan RKT (Rencana Kerja Tahunan), dan apabila digunakan dalam ITSP (Intensitas Tegakan Sebelum Tebangan) dilakukan dengan intensitas sampling 100%.
  5. Membagi jalur menjadi 2 bagian sama lebar sebesar 10 meter.

F. Hasil Pengamatan
1. Membuat jalur Cruising dengan ketentuan lebar jalur 20 meter dari utara ke selatan dengan jarak anatar jalur adalah 400 meter apabila digunakan dalam pelaksanaan RKT (Rencana Kerja Tahunan), dan apabila digunakan dalam ITSP (Intensitas Tegakan Sebelum Tebangan) dilakukan dengan intensitas sampling 100%.
Gambar 1. Membagi area dalam jalur 20 meter dengan jarak antar jalur 400 meter


2. Membagi jalur menjadi 2 bagian sama lebar sebesar 10 meter.
Gambar 2. Membagi jalur menjadi dua bagian dengan lebar 10 meter


G. Pembahasan
     Pada praktikum inventarisasi hutan kali yang berjudul menentukan dan menggambar jalur inventarisasi hutan alam ini praktikan melakukan kegiatan perencanaan untuk jalur dalam kegiatan inventarisasi hutan alam . pada kegiatan ini praktikan mengacu pada Pasal 21 ayat (1) huruf a Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/Menhut-II/2014 tanggal 2 September 2014 tentang Izin Pemanfaatan Kayu,pada praktikum ini plot yang dibuat berupa plot transek jalur atau jalur dengan lebar 20 meter dimana titik tengah berada di meter ke 10 dan jarak antar jalur sejauh 200 m. Dengan metode penginventarisasiannya dilakukan dengan membagi jalur menjadi dua bagian dengan masing-masing selebar 10 meter. Dan jika pendataan dilakukan untuk kayu komersial maka inventarisasi dilakukan 100% sementara bila inventarisasi dilakukan untuk analisis vegetasi dilakukan dengan prosentase 5%. Oleh karena itu pada perencanaan pembuatan jalur inventarisasi pertama-tama praktikan membuat garis khayal pada bagian pojok peta agar arah jalur lurus lalu praktikan  membagi areal lahan dengan lebar 20 meter yang kemudian akan di bagi lagi menjadi dua bagian sama besar dengan lebar 10 meter,  dalam membuat garis jalur harus mengarah keutara dan tidak mengikuti bentuk kawasan.


H. Kesimpulan
Berdasarkan data dan analisinya dapat disimpulkan:
  1. Pembuatan jalur inventarisasi pada hutan alam, dilakukan dengan membuat jalur selebar 20 meter dan antar jalur berjarak 200 meter.
  2. Jalur yang telah dibuat akan dibagi menjadi dua bagian sama besar dengan lebar 10 meter.  





DAFTAR PUSTAKA
Dinamik, Arif Bobi. 2009. Teknik Peta Peta Kompas Azimuth dan Back Azimut. Dalam https://arifbobidinamik.wordpress.com/2009/06/04/teknik-peta-kompas-azimuth-dan-back-azimuthresectionintersectionkoreksi-sudut/. Diakses pada 11 Maret 2019, pukul 19.30 WIB.

Malassam, Daud. 2009. Modul Pembelajaran Mata Kuliah Inventarisasi Hutan. Dalam https://unhas.ac.id/fahutan/index.php/id/riset-a-kerjasama/ karya-ilmiah/buku’ajar.html?download=5%3 Ainventarisasi-hutan/. Diakses pada 11 Maret 2019, pukul 18:15 WIB.

Manhut. 2016. Inventarisasi Hutan. Dalam http://manhut.fahutan.ipb. ac.od/2016/04/inventarisasi-hutan/ Diakses pada 11 Maret 2019 pukul 18:10 WIB.

Simon, Hasan. 2007. Metode Inventore Hutan. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.

Simon, Hasan. 1987. Manual Inventore Hutan. Penerbit Universitas Indonesia : Jakarta.

Wahyudiono, Sugeng. 2019. Petunjuk Praktikum Inventarisasi Hutan. INSTIPER : Yogyakarta.

Laporan Praktikum Pengenalan Peraturan Inventarisasi Pada Hutan Alam

ACARA IX
Pengenalan Peraturan Inventarisasi Pada Hutan Alam

A. Tujuan
Mahasiswa mampu mengenal peraturan inventarisasi pada hutan alam

B. Tempat dan Tanggal
  1. Tempat : Ruang C.301 Fakultas Kehutanan
  2. Tanggal : 28 Januari 2019

C. Alat dan Bahan 
1) Alat
  1. Alat tulis
  2. Penggaris

2) Bahan
Data Sekunder


D. Dasar Teori
     Kegiatan utama dalam inventarisasi hutan salah satunya adalah sampling dan sensus. Sampling merupakan pengambilan dan penganalisaan secara sebagian dari seluruh total populasi dengan tujuan agar data yang didapat dapat mewakili data populasi yang ada. Sensus adalah cara pengambilan dan penganalisaan data yang dilakukan secara menyeluruh, artinya tanpa melakukan pendugaan terhadap data populasi. Dalam teknik sampling juga dibedakan atas teknik sampling dengan unit contoh berukuran sama dan teknik sampling dengan unit contoh berbeda ukuran. Teknik sampling atau teknik pengambilan contoh yang menggunakan ukuran contoh sama dibedakan atas Simple Random Sampling (SRS), Systematic Sampling, dan Stratified Sampling. Simple random sampling dan Systematic sampling umumnya dipakai pada hutan yang homogen, seperti hutan tanaman. Pada hutan heterogen, biasanya menggunakan metode stratified sampling. Teknik ini menggunakan ukuran contoh yang sama, misalkan semua plot contohnya seluas 0,1 hektar. Seringkali dalam melakukan teknik sampling inventarisasi hutan terhambat oleh faktor-faktor geografis sehingga tidak memungkinkan pengambilan contoh dengan ukuran sama. Oleh sebab itu, dibuat teknik sampling dengan unit contoh berbeda ukuran. Teknik ini terdiri atas metode Tree Sampling dan Line Sampling (LS). Tree sampling atau sering disebut juga n-tree distance sampling biasanya digunakan untuk hutan homogen. 


     Pengambilan contoh pada teknik ini didasarkan atas karakteristik dari sejumlah pohon (n-tree), misal 3-tree, 10-tree, dan sebagainya. Prinsip teknik ini adalah mengukur jumlah pohon yang sama pada tiap plot contoh. Teknik tree sampling  ini termasuk dalam kategori “distance sampling” karena pada pohon ke-n yang merupakan pohon terjauh dilakukan pengukuran panjang dari titik plot contoh. Keuntungan dari teknik ini adalah lebih sederhana dan cepat dalam kegiatan sampling di lapangan, sedangkan kelemahan teknik ini adalah bersifat bias untuk tegakan yang bergerombol. Line sampling adalah teknik sampling dengan unit contoh berbentuk jalur (line/ strip/ transect). Jalur yang dibuat biasanya memotong garis kontur agar lebih mudah melihat karakteristik vegetasi berdasarkan ketinggian. Metode ini juga biasa digunakan di hutan alam. Jenis line sampling yang biasa digunakan adalah systematic line sampling with random start. Keuntungan dari metode sampling ini adalah tidak memakan waktu banyak dan memiliki lebih sedikit border line tree. Kekurangan dari metode ini adalah kesalahan mudah terjadi karena ketidaksamaan lebar jalur dan jumlah unit contoh lebih sedikit sehingga derajat bebasnya pun kecil yang berakibat pada tingkat Sampling Error yang tinggi.

 
E. Cara Kerja
  1. Melaksanakan kegiatan inventarisasi dengan menggunakan metode/teknik line sampling (line/strip/transect).
  2. Pelaksanaan timber cruising pada areal yang di ukur dengan intensitas sampling 5% dari luas total lahan (Berdasarkan Pasal 21 ayat 1 huruf (a) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P26/Menhut-II/2014 tanggal 2 September 2014 tentang izin pemanfaatan kayu).
  3. Ketentuan jalur yang dibuat selebar 20 meter dengan jarak antar jalur 400 m.

F. Hasil Pengamatan
Pelaksanaan kegiatan inventarisasi tegakan pada hutan alam dengan menggunakan beberapa ketentuan yang berlaku pada peraturan-peraturan sebagai berikut :

1. Berdasarkan Pasal 21 ayat 1 huruf (a) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P26/Menhut-II/2014 tanggal 2 September 2014tentang izin pemanfaatan kayu
Ketentuan Inventarisasi :
a. Sistem Sampling : Sampling Jalur (Line sampling/transect)
b. Informasi jalur :  IS 5 %
Lebar jalur : 20 meter
Jarak antar jalur : 400 meter 
c. Contoh skema perencanaan kegiatan inventarisasi pada hutan alam
Gambar 1. Skema sampling dengan  jalur  inventarisasi pada hutan alam

Gambar 2. Skema jalur inventarisasi


d. Perhitungan jumlah jalur 

2. Perdirjen P.1 Tahun 2017 Juknis Inventarisasi Di KPHL dan KPHP
a. Skema perencanaan kegiatan inventarisasi hutan alam dengan bentuk kluster/cluster dengan menggunakan sistem sampling : Systematic sampling with random start.
Gambar 3. Desain sampling pada inventarisasi hutan alam 

b. Ketentuan plot dalam sistem sampling tersebut :
Luas kluster : 3 Km × 3 Km
Luas Plot : 100 m × 100 m

Plot inventarisasi hutan pada hutan lahan kering berbentuk persegi dengan ukuran 100 m x 100 m yang di dalamnya terdapat plot berbentuk lingkaran sebanyak 5 buah yang ditempatkan pada setiap sudut klaster dan di tengah klaster dengan masing-masing luas plot 0,1 ha (jari-jari = 17,8 m) sehingga luas satu klaster adalah  0,5 ha.
Gambar 4. Skema plot dan subplot pada sistem sampling with random start


Pada masing-masing plot lingkaran ukuran 0,1 ha (jari-jari = 17,8 m) dibuat lagi beberapa subplot pengamatan berbentuk lingkaran dengan ukuran sebagai berikut: 
  1. Sub plot jari-jari 1 m untuk pengamatan tingkat semai yaitu permudaan pohon dengan tinggi < 1,5 m. 
  2. Sub plot jari-jari 2 m untuk pengamatan tingkat pancang yaitu permudaan pohon dengan tinggi tinggi ≥ 1,5 m tetapi dbh (diameter at breast height) < 5 cm. 
  3. Sub plot jari-jari 5 m untuk pengamatan tingkat tiang yaitu pohon dengan dbh ≥ 5 cm sampai dengan < 20 cm kecuali untuk hutan mangrove ukuran tiang adalah dbh ≥ 5 cm sampai dengan < 10 cm.  
  4. Pada plot ini juga diamati rotan muda (belum siap panen) yaitu rotan yang mempunyai panjang batang dari leher akar ke daun hijau pertama (bebas pelepah) < 3 m. 
  5. Sub plot jari-jari 10 m untuk pengamatan hasil hutan bukan kayu seperti rotan dewasa (siap panen) yang mempunyai panjang batang ≥ 3 m, bambu, dan sagu, dll.  
  6. Sub plot jari-jari 17,8 m untuk pengamatan pohon yang mempunyai dbh ≥ 20 cm kecuali untuk hutan mangrove dbh ≥ 10 cm.

Penomoran plot dalam klaster adalah searah jarum jam dimana subplot nomor 1 berada pada sudut barat daya titik tengah plot dan subplot nomor 5 berada di titik tengah plot.


G. Pembahasan
     Pada praktikum acara IX kali ini yang berjudul  Pengenalan Peraturan Inventarisasi Pada  Hutan Ala mini praktikan mempelajari teknis-teknis perancanaan innventarisasi dihutan alam, hutan alam sendiri merupakan suatu areal hutan yang memiliki dominansi pohon heterogen yang tersebar dan tak teratur tegakan nya dalam melakukan inventarisasi dihutan ala mini praktikan meninjau ketetuan inventarisasi hutan alam yang terdapaat pada Pasal 21 ayat 1 huruf (a) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P26/Menhut-II/2014 tanggal 2 September 2014 tentang izin pemanfaatan kayu yang dimana ketentuannya seperti Sampling Jalur (line sampling/transect), menggunakan IS 5 %, lebar jalur 20 meter dan jarak antar jalur 400 meter, lalu praktikan menghitung Panjang areal dilapangan , Jumlah jalur , Jumlah jalur ukur lalu praktikan  melakukan skema perencanaan dengan menggunkan system kluster yang berdasarkan P.1 Tahun Perdirjen 2017 Juknis Inventarisasi Di KPHL dan KPHP tentang Skema perencanaan kegiatan inventarisasi hutan alam dengan bentuk kluster/cluster dengan menggunakan sistem sampling : Systematic sampling with random start. Lalu praktikan menghitung Luas kluster : 3 Km × 3 Km, Luas Plot 100 m × 100 m,jadi pada peraturan ini terdapat plot berbentuk lingkaran sebanyak 5 buah yang ditempatkan pada setiap sudut klaster dan di tengah klaster dengan masing-masing luas plot 0,1 ha (jari-jari = 17,8 m) sehingga luas satu klaster adalah  0,5 ha. 


     Pada masing-masing plot lingkaran ukuran 0,1 ha (jari-jari = 17,8 m) dibuat lagi beberapa subplot pengamatan berbentuk lingkaran dengan ukuran sebagai berikut: Sub plot jari-jari 1 m untuk pengamatan tingkat semai yaitu permudaan pohon dengan tinggi < 1,5 m, Sub plot jari-jari 2 m untuk pengamatan tingkat pancang yaitu permudaan pohon dengan tinggi tinggi ≥ 1,5 m tetapi dbh (diameter at breast height) < 5 cm, Sub plot jari-jari 5 m untuk pengamatan tingkat tiang yaitu pohon dengan dbh ≥ 5 cm sampai dengan < 20 cm kecuali untuk hutan mangrove ukuran tiang adalah dbh ≥ 5 cm sampai dengan < 10 cm, Pada plot ini juga diamati rotan muda (belum siap panen) yaitu rotan yang mempunyai panjang batang dari leher akar ke daun hijau pertama (bebas pelepah) < 3 m, Sub plot jari-jari 10 m untuk pengamatan hasil hutan bukan kayu seperti rotan dewasa (siap panen) yang mempunyai panjang batang ≥ 3 m, bambu, dan sagu, dll.  , Sub plot jari-jari 17,8 m untuk pengamatan pohon yang mempunyai dbh ≥ 20 cm kecuali untuk hutan mangrove dbh ≥ 10 cm.

H. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum kali ini dan hasil pengamatan yang ada pada acara IX maka dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan inventarisasi tegakan pada hutan alam dengan menggunakan beberapa ketentuan yang berlaku pada peraturan-peraturan Berdasarkan Pasal 21 ayat 1 huruf (a) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P26/Menhut-II/2014 tanggal 2 September 2014 tentang izin pemanfaatan kayu dan Perdirjen P.1 Tahun 2017 Juknis Inventarisasi Di KPHL dan KPHP.










DAFTAR PUSTAKA
Ayhu,aldhi.2015. “Laporan lengkap praktikum inventarisasi sudah 2015”. Dalam https://aldhiayhu.blogspot.com/2015/05/laporan-lengkap-inventarisasi-sdh-2015.html. Diakses pada tanggal 16 Januari 2019, pukul 21.05 WIB.

Ardiansyah.Tomi. “Inventarisasi Hutan: Teknik Sampling dengan Unit Contoh Berbeda Ukuran” Dalam  https://foresteract.com/inventarisasi-hutan-teknik-sampling-unit-contoh-berbeda-ukuran/ l. Diakses pada tanggal 16 Januari 2019, pukul 22.35 WIB.

Wahyudiono, Sugeng.2019.”Petunjuk Praktikum Inventarisasi Hutan”. INSTIPER Yogyakarta.